Oleh: Lalu Pangkat Ali, S.IP
PADA tahun 2012 ini, negara
kita telah menginjak usia 67 tahun, beberapa hari, sejak kelahirnya, tanggal 17 Agustus 1945
silam. Kalau pada manusia, usia 67 tahun tergolong usia yang sudah sangat matang. Oleh
karena itu, kita mestinya semakin matang. Tapi tampaknya sebagian dari kita
masih saja sering tampil sebagai “orang setengah matang”. Dan sebagian pula
mereka yang “tua sebelum matang”.
Hati-hati! Orang setengah
matang (OSM) dan tua sebelum matang (TSM) selalu mengintai di mana-mana. Anda
tidak akan pernah merdeka dibuatnya, hanya gara-gara ulah dan tingkah mereka.
Mereka bukan hanya sekedar menguasai duit negara.
Kesetiaan si OSM dan TSM
bukan kepada republik ini, tetapi kepada modal dan ajaran dari luar negeri.
Mereka ibarat hantu-hantu yang berseliweran, siap menghunus pedang dan
mengelabui rakyat negeri ini. OSM biasanya tidak tahu diri, apalagi berterima
kasih kepada bangsanya. Ibaratnya tai ayam, OSM suka jorok, senang mengotori
serta membuat repot dan berlepotan kita semua.
Saking bebasnya, OSM
pura-pura tidak mengerti setiap kali diajari tentang cita-cita luhur para
pendiri republik ini. Buat mereka, petuah para pendiri republik ini tak perlu
didengar, karena toh sudah lama mati. Terkadang juga OSM bisa berperan sebagai
“Pak Ogah”. Jika semua saku sudah terasa menipis, dalam artian tak memiliki
uang lagi, atau bulan di kalender sudah menunjukkan angka 31, pada setiap
kesempatan, Pak Ogah selalu senang dengan ucapan khasnya; “cepek dulu, cepek
dulu dong!”
OSM, sejak dulu tampil
beda di antara bangsanya sendiri. Mereka bergaul rapat di kelompok-kelompok masing-masing
dan bersikap anti terhadap modernisasi. OSM gemar menyepelekan Undang-Undang
Dasar 1945 milik kita semua. Bagi mereka, itu sudah tidak ada manfaatnya dan
boleh saja diubah-ubah sesuai selera mereka.
OSM, tidak pernah sadar,
bagaimana para pejuang kemerdekaan kita menciptakan motto Bhineka Tunggal Ika.
Mungkin mereka lebih mempercayai pepatah “bersatu kita runtuh, bercerai kita
teguh”.
OSM, menganggap Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai takhyul semata-mata. Huruf “K” pada
NKRI, bagi mereka lebih pas dan cocok diartikan sebagai “kepulauan” saja,
seolah-olah tanah itu warisan dari “papuq baloq” mereka.
OSM terkenal suka marah
dan siap menyerbu siapa saja, meskipun mereka tidak tahu apa masalah yang
sebenarnya. Menurut mereka, yang paling penting adalah, melampiaskan amarahnya,
sembari menghitung berapa rupiah jumlah bayarannya.
Seperti halnya OSM. Si TSM
juga belakangan ini bergelimpangan di mana-mana. Mereka berhasil menjadi
pemimpin, pejabat, politisi, semata-mata Cuma karena garis tangan saja. TSM,
sebenarnya manusia serba matang. Mereka pasti tidak suka menyaksikan aksi
bintang film Hollywood, Clint Easwood yang
terkenal dengan ucapan; “saya suka orang yang tahu batas kemanusiaan”.
Si TSM, sangat beruntung
menjadi pemimpin, karena satu alasan; “saya kapok jadi orang miskin”. Si TSM
memang bernasib mujur menjadi negarawan, juga karena alasan; “ saya ingin jadi
hartawan”.
Si TSM, tidak pernah sadar
bahwa, bangsanya berada dalam mara bahaya. Mereka lebih peduli dengan keharuman
nama dan citranya atau seberapa besar gerangan prosentase kenaikan gaji mereka.
Soalnya, si TSM, kayaknya lebih cocok jadi pemimpin di luar negeri, bukan di
negerinya sendiri. Oleh sebab itu, mereka tersenyum lebar kalau secara
kebetulan bertemu dengan tamu-tamu dari luar negeri, sementara kita lebih
sering dimarahi.
Si TSM paling jago
melontarkan janji-janji muluk dan usang. Saya jadi ingat pepatah lama; “memang
lidak tak bertulang”.
Nah, kalau kita termasuk
ke golongan “orang merdeka” (OM), kita tahu bahwa, tujuan proklamasi 1945
semata-mata ingin membuat rakyat sejahtera. Kita golongan OM mengerti bahwa,
Pancasila merangkum multi jenis golongan, etnis, agama, presiden, preman,
tukang kebun, tukang sapu, jubertaku (juru bersih tai kuda), orang Aceh, Papua
– semua warga yang merdeka.
Kita golongan OM, sangat
percaya kepada keragaman ala Bhineka Tunggal Ika, bukan kepada siapa-siapa.
Kita golongan OM yakin, UUD 1945 meskipun banyak orang berniat
menyelewengkannya, konstitusi tersebut terbukti sakti mandarguna.
Kita golongan OM, sejak
lama tidak pernah berhenti dikepung kedzaliman demi kedzaliman. Toh
berkali-kali terbukti bahwa, kita bersama-sama, berani melancarkan perlawanan.
Lebih penting lagi, di
masa serba sulit sekarang ini, jagalah rasa humor Anda. Usia Anda sudah 67 tahun.
Banyaklah tertawa, sebelum tertawa itu dilarang. Banyaklah tertawa, supaya Anda
jangan sampai jadi OSM dan TSM, tapi masuk ke golongan OM. Semoga!
Penulis: Jurnalis, PNS, tinggal di Kopang – Lombok Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar