Minggu, 12 Agustus 2012

OSM, TSM dan OM

Oleh: Lalu Pangkat Ali, S.IP

            PADA tahun 2012 ini, negara kita telah menginjak usia 67 tahun, beberapa hari, sejak kelahirnya, tanggal 17 Agustus 1945 silam. Kalau pada manusia, usia 67 tahun tergolong usia yang sudah sangat matang. Oleh karena itu, kita mestinya semakin matang. Tapi tampaknya sebagian dari kita masih saja sering tampil sebagai “orang setengah matang”. Dan sebagian pula mereka yang “tua sebelum matang”.

            Hati-hati! Orang setengah matang (OSM) dan tua sebelum matang (TSM) selalu mengintai di mana-mana. Anda tidak akan pernah merdeka dibuatnya, hanya gara-gara ulah dan tingkah mereka. Mereka bukan hanya sekedar menguasai duit negara.
            Kesetiaan si OSM dan TSM bukan kepada republik ini, tetapi kepada modal dan ajaran dari luar negeri. Mereka ibarat hantu-hantu yang berseliweran, siap menghunus pedang dan mengelabui rakyat negeri ini. OSM biasanya tidak tahu diri, apalagi berterima kasih kepada bangsanya. Ibaratnya tai ayam, OSM suka jorok, senang mengotori serta membuat repot dan berlepotan kita semua.
            Saking bebasnya, OSM pura-pura tidak mengerti setiap kali diajari tentang cita-cita luhur para pendiri republik ini. Buat mereka, petuah para pendiri republik ini tak perlu didengar, karena toh sudah lama mati. Terkadang juga OSM bisa berperan sebagai “Pak Ogah”. Jika semua saku sudah terasa menipis, dalam artian tak memiliki uang lagi, atau bulan di kalender sudah menunjukkan angka 31, pada setiap kesempatan, Pak Ogah selalu senang dengan ucapan khasnya; “cepek dulu, cepek dulu dong!”
            OSM, sejak dulu tampil beda di antara bangsanya sendiri. Mereka bergaul rapat di kelompok-kelompok masing-masing dan bersikap anti terhadap modernisasi. OSM gemar menyepelekan Undang-Undang Dasar 1945 milik kita semua. Bagi mereka, itu sudah tidak ada manfaatnya dan boleh saja diubah-ubah sesuai selera mereka.
            OSM, tidak pernah sadar, bagaimana para pejuang kemerdekaan kita menciptakan motto Bhineka Tunggal Ika. Mungkin mereka lebih mempercayai pepatah “bersatu kita runtuh, bercerai kita teguh”.
            OSM, menganggap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai takhyul semata-mata. Huruf “K” pada NKRI, bagi mereka lebih pas dan cocok diartikan sebagai “kepulauan” saja, seolah-olah tanah itu warisan dari “papuq baloq” mereka.
            OSM terkenal suka marah dan siap menyerbu siapa saja, meskipun mereka tidak tahu apa masalah yang sebenarnya. Menurut mereka, yang paling penting adalah, melampiaskan amarahnya, sembari menghitung berapa rupiah jumlah bayarannya.
            Seperti halnya OSM. Si TSM juga belakangan ini bergelimpangan di mana-mana. Mereka berhasil menjadi pemimpin, pejabat, politisi, semata-mata Cuma karena garis tangan saja. TSM, sebenarnya manusia serba matang. Mereka pasti tidak suka menyaksikan aksi bintang film Hollywood, Clint Easwood yang terkenal dengan ucapan; “saya suka orang yang tahu batas kemanusiaan”.
            Si TSM, sangat beruntung menjadi pemimpin, karena satu alasan; “saya kapok jadi orang miskin”. Si TSM memang bernasib mujur menjadi negarawan, juga karena alasan; “ saya ingin jadi hartawan”.
            Si TSM, tidak pernah sadar bahwa, bangsanya berada dalam mara bahaya. Mereka lebih peduli dengan keharuman nama dan citranya atau seberapa besar gerangan prosentase kenaikan gaji mereka. Soalnya, si TSM, kayaknya lebih cocok jadi pemimpin di luar negeri, bukan di negerinya sendiri. Oleh sebab itu, mereka tersenyum lebar kalau secara kebetulan bertemu dengan tamu-tamu dari luar negeri, sementara kita lebih sering dimarahi.
            Si TSM paling jago melontarkan janji-janji muluk dan usang. Saya jadi ingat pepatah lama; “memang lidak tak bertulang”.
            Nah, kalau kita termasuk ke golongan “orang merdeka” (OM), kita tahu bahwa, tujuan proklamasi 1945 semata-mata ingin membuat rakyat sejahtera. Kita golongan OM mengerti bahwa, Pancasila merangkum multi jenis golongan, etnis, agama, presiden, preman, tukang kebun, tukang sapu, jubertaku (juru bersih tai kuda), orang Aceh, Papua – semua warga yang merdeka.
            Kita golongan OM, sangat percaya kepada keragaman ala Bhineka Tunggal Ika, bukan kepada siapa-siapa. Kita golongan OM yakin, UUD 1945 meskipun banyak orang berniat menyelewengkannya, konstitusi tersebut terbukti sakti mandarguna.
            Kita golongan OM, sejak lama tidak pernah berhenti dikepung kedzaliman demi kedzaliman. Toh berkali-kali terbukti bahwa, kita bersama-sama, berani melancarkan perlawanan.
            Lebih penting lagi, di masa serba sulit sekarang ini, jagalah rasa humor Anda. Usia Anda sudah 67 tahun. Banyaklah tertawa, sebelum tertawa itu dilarang. Banyaklah tertawa, supaya Anda jangan sampai jadi OSM dan TSM, tapi masuk ke golongan OM. Semoga!

Penulis: Jurnalis, PNS, tinggal di Kopang – Lombok Tengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar