Minggu, 08 Januari 2012

Sasak, Lombok dan Sejarah Masa Lalu


Oleh: Lalu Pangkat Ali


SEJARAH masa lalu adalah sebuah takdir. Tidak seorang pun yang dapat menolaknya. Apakah dia berwarna hitam ataukah putih. Tidak ada yang harus disalahkan dan tidak seorangpun yang harus dihakimi, karena ia adalah bagian dari masa lalu yang telah terjadi. Membaca sejarah harus disikapi dengan arif, rasional dan rendah hati. Sejarah mengenai Lombok dan etnis Sasak adalah sejarah sebuah komunitas yang penuh air mata, karena derita yang dampaknya mungkin masih terasa sampai kini. Sejarah harus dijadikan sebagai peringatan dan pelajaran untuk tidak terulangnya lagi tragedi kemanusiaan pada siapa saja yang mendiami pulau Lombok. Apakah ia pendatang atau penduduk aslinya.
baca selengkapnya
Sebenarnya rasa tertekan dan kemiskinan lah yang menjadi musuh utama penduduk pulau ini. Pelaku sejarah tentulan para leluhur yang saat itu memiliki cara berfikir yang berbeda dari kita yang hidup masa kini. Oleh karena itu, saya percaya, membaca sejarah ini akan membuat kita mengetahui kondisi kehidupan nenek moyang kita yang dapat menjadi pelajaran hidup. Anda yang memiliki hubungan langsung dengan pelaku akan mudah bercerita kepada teman-teman Anda. Seperti halnya saya yang yakin, banyak masa lalu yang tidak kita ketahui. Namun demikian, sekaranglah waktu yang pas untuk mengetahuinya.
Dari sejarah ini pula, kita mengetahui dan dapat memahami bahwa, Suku Sasak adalah suku yang tidak memahami politik, sehingga karena keluguannya, lalu meminta bantuan penjajah asing (Belanda) untuk mengusir penjajah lokal (Bali/Karangasem). Sebelumnya, Bali Karangasem pun konon datang ke Lombok karena diundang oleh seorang saudara Datu Pejanggik (Banjargetas?) yang konon dihina oleh Datu. Menyimak sejarah ini pula, orang Lombok/Sasak, juga sering dinilai kurang patriotis, karena berkolaborasi dengan Belanda untuk mengusir pengaruh Bali Karangasem dari pulau seribu masjid ini. Namun jika kemudian, Lombok kembali dijajah Berlanda, itu adalah cermin tidak fahamnya orang Sasak terhadap politik dan ambisi politik pihak lain. Orang mengibaratkan Lombok sebagai mangsa yang setelah lepas dari “mulut harimau” kemudian masuk ke dalam “moncong buaya”.
Bagi generasi muda Sasak, saya berharap agar, setelah membaca sejarah tanah kelahirannya, akan memberikan semangat dan motivasi untuk merubah cara, etos kerja dan pandangannya untuk selalu melihat ke depan dalam mengejar ketertinggalannya. Sebaliknya juga saya berharap, saudara kita keturunan dan anak cucu warga Bali/Karangasem yang ada di Lombok untuk tetap memelihara kekerabatan dengan warga Sasak sebagai penduduk asli. Sama halnya warga Sasak yang ada di Karangasem dengan keluarga Bali Karangasem. Kita semua yakin bahwa, pada dasarnya, manusia itu memiliki sisi yang baik, Bagi umat Islam, semua yang berada di muka bumi adalah milik Allah, dan semua manusia diberikan hak untuk mendiaminya. Tidak seorangpun yang berhak mengklaim bahwa, merekalah yang paling berhak atas bumi ciptaan Tuhan ini karena ia hanyalah titipan.
Jika mengadopsi bukunya Dr. Alfons van der Kraan berjudul ”Lombok Penaklukan, Penjajahan dan Keterbelakangan 1870-1940”, dia memandang, yang terjadi dalam sejarah di Lombok adalah, perebutan pengaruh antara kelompok-kelompok pemilik lahan. Mereka adalah kaum aristokrat atau ningrat Bali dan Sasak. Bukan pertentangan agama dan budaya. Karena pada kenyataan juga terdapat hubungan kekeabatan antara penguasa Bali yang Hindu dengan masyarakat lokal yang Islam.
Lain lagi jika mengutip buku yang ditulis penulis lokal (Bali) berjudul “Kupu-kupu Kuning yang Menyeberang Selat Lombok”. Di sana kita tahu, salah satu Raja Bali di Lombok juga memperistri salah seorang putri Sasak, dimana ia tetap memeluk Islam dan bahkan salah satu cucu Raja, lebih memilih Islam sebagai agamanya. Walaupun demikian, kita bisa berkesimpulan bahwa, pemahaman agama suku Sasak saat itu, tentulah masih sangat dangkal, sehingga ada wanita Sasak yang bersuamikan warga Bali yang beragama Hindu.
Sesuatu yang sangat tidak lazim bagi masyarakat Sasak kini. Namun demikian, kita tentu tidak bisa menilai hal itu sebagai sebuah kelaziman, karena besarnya pengaruh Raja kepada rakyatnya ketika itu.
Sekali lagi saya berpesan agar, kita dapat membangun masyarakat yang ada di Lombok (apapun latar belakang suku, etnis dan agama mereka), untuk menciptakan keharmonisan dan kesejahteraan dengan mempersempit kesenjangan antara mereka yang mampu dengan mereka yang tak mampu. Sungguh semua kejadian yang tragis di masa lalu, banyak disebabkan oleh ketidakadilan dan ketidaksejahteraan. Dan itu semua disebabkan oleh banyaknya manusia beragama yang telah mengingkari ajaran Tuhan.
Percayalah, jika ajaran Tuhan tidak lagi digunakan, maka ajaran syaitanlah yang akan memasuki benak manusia. Semoga kita selalu waspada dengan semua itu. Akhirnya, semoga kita selalu mengambil pelajaran dari kejadian di masa lalu dan memperbaikinya yang belum baik mulai saat ini. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar